Senin, 03 Desember 2012

Perkawinan Endogami

Endogami adalah suatu perkawinan antara etnis, klan, suku, atau kekerabatan dalam lingkungan yang sama. Dalam sistem endogami, seseorang, diharuskan untuk mencari jodoh di lingkungan sosialnya sendiri, misal di lingkungan kerabat, klan, lingkungan kelas sosial, atau yg sangat dekat hubungan kekerabatannya. Perkawinan endogami, biasanya dilakukan dengan alasan antara lain agar harta kekayaan tetap beredar di kalangan sendiri, memperkuat pertahanan klan dari serangan musuh, mempertahankan garis darah (nasab) atau motif lainnya yang lebih bersifat eksklusif..

Para antropolog membedakan sistem endogami dengan eksogami. Pada sistem perkawinan secara eksogami, orang hanya dibolehkan kawin dengan seseorang diluar lingkungannya. Pada sistem ini juga dikenal adanya ‘pemberian’ dalam sistem pekawinan yag fungsinya didasari oleh pandangan masyarakat tersebut tentang ‘dunianya’. Secara pribadi MAM lebih mendukung perkawinan eksogami, karena lebih sesuai dengan ajaran Islam baik yang terdapat dalam Al-Qur’an maupun hadits yang menganjurkan untuk “memperluas silaturahmi” dan “saling kenal-mengenal” diantara “kelompok yang berbeda”. 

Itulah sebabnya, MAM sangat terkejut ketika Yuhastina Naina, MA (PR BKPBM) dan Aris Arif Mundayat, PhD (konsultan BKPBM) datang dengan malu-malu menyampaikan maksud mereka dan “meminta izin” sekaligus restu MAM atas rencana pernikahan “endogami” tersebut. Sebagai “single parent” yang selama ini bersusah payah “merawat dan membesarkan” Naina (hehehe), dalam hati MAM tentu “tidak menyetujui” adanya rencana pernikahan “endogami” tersebut. Bukan apa-apa, MAM takut saja jika nanti ada anggapan masyarakat bahwa “warga Balai Melayu” hanya mampu menikah secara internal karena “tidak laku” mencari pasangan di luar. Dugaan seperti itu tidak boleh terjadi. Kasus MAM yang hingga kini masih ‘single’ adalah pengecualian dan sama sekali tidak mewakili keseluruhan “klan” Balai Melayu.

Tapi apalah daya dan kuasa MAM?
MAM hanya mampu merestui dan sekaligus mendo’akan kebahagiaan mereka dalam menempuh hidup baru kelak. Lagipula, “Balai Melayu” ini kan bukan sebuah “klan” atau sistem kekerabatan ekslusif yang didasari atas hubungan pertalian darah, suku, atau hubungan eklusif lainnya. BKPBM hanyalah sebuah organisasi semacam NGO’s yang berazam pada upaya preservasi budaya (Melayu). Jadi, boleh-boleh saja dan tidak ada larangan melakukan “perkawinan endogami” antara Yuhastina Naina, MA (PR BKPBM) dan Aris Arif Mundayat, PhD (konsultan BKPBM) itu. Bukankah ini sudah takdir atau kehendak Allah yang telah menentukan perjalanan hidup mereka. Tak ada seorangpun yang mampu menunda atau mempercepatnya. Orang Jawa menyebutnya “pepesthen”

Selamat menempuh hidup baru untuk kalian. Pesanku sebagai “orang tua” janganlah kalian melupakan BKPBM ini, meski sebentar lagi kalian akan pergi jauh meninggalkan Balai Melayu dan “single parent” ini. Sering-seringlah berkirim kabar kepada lelaki yang telah mulai tua, letih, dan berdebu ini agar ia tidak kesepian dan merasa ‘sangsai’.. He he he

Key word: endogamy, exogamy, bkpbm, terkejut, restu, pepesthen, tua-letih-dan berdebu.

1 komentar:

  1. makasii infonya admin ,, aku, dn reny dan indii ,, lgi nyarri jawaban perkawinan endogami,,karna dibuku hanya dijelaskan tentang eksogami,, Makasii admnin,,,

    BalasHapus